Masalah
yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia bisa dibagi menjadi dua masalah
besar. masalah pertama meliputi proses belajar mengajar dan output-nya serta
masalah pendukung dari berlajannya sistem pendidikan Indonesia. Masalah proses
belajar mengajar diawali dari sistem top-down yang saat ini masih dipraktekkan
oleh guru. Guru menganggap bahwa murid itu diibaratkan sebuah kertas putih
bersih dan belum ada coretan. Siswa dianggap tidak memiliki pengetahuan
sehingga guru dengan kuasanya membentuk murid seperti dengan keinginannya.
Secara gampang kondisi ini bisa diibaratkan guru sebagai teko dan murid sebagai
gelas yang akan diisi air dari teko. Kondisi ini membuat murid tidak leluasa
mengeksplor kemampuan yang dia miliki. Murid hanya mengikuti yang guru inginkan
sehingga output yang dihasilkan adalah murid yang tidak memiliki jati diri dan
hanya bisa menjadi seorang yang disuruh tanpa bisa menjadi seorang pemimpin
yang berkompeten.
Pelajaran
yang diajarkan di sekolah memang banyak. Tentunya tidak semua murid memiliki
kemampuan yang sama dalam menyerap pelajaran yang disampaikan. Jika guru
memaksakan murid memahami seluruh mata pelajaran dan memiliki nilai di atas
rata-rata, sama halnya guru ingin memiliki tanaman pisang tapi memiliki buah
lebih dari satu macam. Dengan kata lain dalam satu batang pohon pisang, tumbuh
buah pisang, buah kelapa, buah durian, buah rambutan dan buah-buah lainnya.
Tentunya ini mustahil terjadi karena pohon pisang hanya akan mengeluarkan buah
pisang juga. Sistem top-down yang masih diterapkan di dunia pendidikan
Indonesia ini akhirnya menghasilkan manusia yang hanya dapat memenuhi kebutuhan
zaman saja. Sedangkan untuk menciptakan generasi yang kritis terhadap zamannya
masih jauh dari angan. Memang pemerintah sebagai pihak yang berwenang telah
banyak melakukan langkah antisipasi salah satunya dengan mengubah kurikulum
yang ada. Kurikulum saat ini sudah menekankan proses pembejalaran yang tidak
berfokus terhadap guru saja. Murid juga dilibatkan dalam proses pembejalaran
sehingga murid dapat mengemukakan pendapatnya. Akan tetapi kondisi ini berbeda
dengan yang terjadi di lapangan. Kondisi riilnya, guru masih menjadi pusat
belajar sehingga kurikulum itu belum diterapkan dengan baik yang tentunya belum
memberikan perubahan yang berarti dari dunia pendidikan di Indonesia.
Masalah
kedua yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah sarana
pendukung berjalannya sistem pendidikan di Indonesia. Sarana dan prasarana di
seluruh sekolah di Indonesia saat ini masih jauh dari kata layak. Jika
pemerintah hanya melihat di kota besar seperti Jakarta, fakta ini tidak akan
pernah terungkap. Cobalah melihat kondisi sekolah di pelosok negeri khususnya
di wilayah timur Indonesia. Kondisi sarana dan prasarana sekolah masih jauh
dari kata baik. Dengan kondisi seperti ini, pemerintah akan sulit mengejar
keseragaman kualitas pendidikan di seluruh penjuru wilayah negeri ini.
Perbedaan bagai langit dan bumi dari sarana dan prasarana sekolah di kota dan
di desa inilah yang menjadi kendala utama cita-cita mulia tersebut.
Kualitas
pendidik juga menjadi momok bagi dunia pendidikan Indonesia. Tidak meratanya
pemerataan guru di seluruh pesolok negeri serta tidak adanya kesejahteraan bagi
guru, membuat kualitas guru tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Banyaknya guru yang bukan bidangnya dengan apa yang mereka ajarkan juga menjadi
kendala kenapa kualitas guru tidak juga mengalami peningkatan.
Kesejahteraan
guru menjadi faktor kualitas pendidik di Indonesia. Guru sebagai ujung tombak
dunia pendidikan di Indonesia, kondisinya sungguh memprihatinkan. Khususnya
bagi guru honorer, gaji yang mereka dapatkan jauh dari kata layak. Akibatnya
banyak guru yang memiliki pekerjaan sampingan setelah pulang dari sekolah. Bagi
guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) kesejahteraan mereka memang
sudah mulai membaik. Tapi kesenjangan yang terjadi antara guru berstatus PNS
dan honorer inilah yang menjadi masalah besar. Padahal keduanya memiliki beban
dan tanggungjawab kerja yang sama, tapi gaji yang mereka dapatkan bagai langit
dan bumi. Kualitas guru yang masih rendah tentunya berdampak pada rendahnya
prestasi siswa. Guru yang tidak kompeten di bidangnya, serta rendahnya
kesejahteraan guru membuat guru tidak bekerja dengan optimal. Akibatnya murid
lah yang menjadi korban. Murid tidak dapat menyerap materi pelajaran dengan
baik karena guru tidak dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik.
Sehingga proses transfer ilmu tidak terjadi dengan sempurna. Kondisi riil di
lapangan ini diperkuat dengan beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh
Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS), siswa Indonesia hanya mampu
berada di rangking ke-37 dari 44 negara berkembang dengan kemmapuan sains yang
baik. United Nations for Development Program (UNDP) juga menjabarkan hasil yang
mencengangkan. Indonesia hanya berada di ururtan ke-111 dari 177 negara di
dunia. Dengan data yang terungkap ini Indonesia ternyata sudah kalah jauh
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan
juga Singapura.
Kesimpulan
dari pandangan dunia untuk pendidikan Indonesia ini masih jauh dari kata layak.
Di segala lini masih banyak masalah yang harus ditangani. Akibatnya kualitas
pendidikan sulit sekali ditingkatkan. Pemerintah seakan lamban dalam menangani
masalah tersebut dan hanya mengejar output yang baik dan sempurna tanpa melihat
prosesnya. Sistem Ujian Nasional yang kini telah dihapuskan menjadi bukti dari
kondisi ini. Akibatnya siswa yang dihasilkan hanya mementingkan hasil akhir
tanpa melihat prosesnya. Meskipun mereka melakukan dengan cara yang tidak baik,
asalkan hasilnya memuaskan akan membuat mereka bangga.
Inilah
yang menjadi 'PR' besar dunia pendidikan Indonesia ke depannya. jika teus
begini kondisinya, Indonesia akan memiliki generasi penerus bangsa yang bobrok
dan tidak kompeten di bidangnya. Mereka bisa menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Padahal proses lebih penting dari hasil karena
dari proses itulah Anda bisa mendapatkan pelajaran yang berarti. Semoga dengan
adanya perubahan-perubahan yang coba dilakukan Menteri Pendidikan saat ini,
bisa memberikan dampak baik bagi pendidikan Indonesia yang kondisinya sedang
sakit ini.